Wednesday, December 12, 2007

Ah... *exhale*

Seandainya aku lebih cantik...
Seandainya aku lebih putih...
Seandainya aku lebih langsing...
Seandainya tungkaiku lebih panjang...
Seandainya aku lebih sexy...
Seandainya rambut panjangku berwarna hitam tergerai indah...
Seandainya mataku lebih bersinar...
Seandainya pipiku tak setembem ini...

Mungkin hidup akan jauh lebih mudah.

Seandainya aku lebih lemah...
Pasti akan banyak pahlawan-pahlawan yang ingin menyelamatkanku.

Seandainya aku lebih dependen...
Mungkin aku akan jadi lebih menggemaskan.

Seandainya aku tidak sesinis ini dan lebih manis...
Mungkin akan ada orang yang mencintaiku.

Seandainya aku sangat pintar...
Mungkin akan ada orang yang mengingatku.

Seandainya aku sedikit lebih tolol...
Mungkin akan ada orang yang rela menyelamatkanku dari ketololanku sendiri.

Seandainya aku tidak setegar ini...
Mungkin tak akan ada orang yang merasa terintimidasi.

Seandainya aku punya sayap...
Aku akan terbang ke mars dan tak akan kembali.
Biarkan aku sendiri! Biarkan aku sendiri!
Lepaskan aku...
Biarkan aku pergi...
Aku tak mau berada di sini.
Aku tak mampu...

Aku...
Kesakitan.

Monday, December 10, 2007

"You're damn right. Kissing is not easy!" sebuah offline message muncul di chat window saya pagi ini. Seorang teman, kk, dan mantan partner incest, panggil saja Bubba. "Its easier to fuck than kiss" lanjutnya lagi.

Entah dengan kalian semua, tapi untuk saya, mencium seseorang memang jauh lebih sulit daripada hanya sekedar menidurinya. Menurut saya, ciuman itu adalah sesuatu yang lebih intim, lebih emosional, ada perasaan yang terlibat di dalamnya, dan bukan hanya sekedar nafsu. Beban mental untuk mencium seseorang. Ada ketakutan ditolak di situ. Seks? Saya tidak pernah takut ditolak. Tinggal pelorotkan celana, beri sedikit tehnik blow job, dan siapa yang mampu menolak? Tapi ciuman, selalu ada pikiran "gimana kalau dia nggak bales? Gimana kalo balesannya dingin2 aja? Gimana kalo dia tiba2 muntah?!" Teror, teror , teror. Teror yang cukup untuk mendatangkan team SWAT ke Kutub Utara.

Menurut saya, haruslah ada moment yang pas untuk mencium seseorang yang punya potensi sangat besar untuk menolak ciumanmu itu. "What?! You need a moment to kiss him, eve?!" tanya Bubba, tengil. Tentu saja sebelum dia meninggalkan offline msg itu pada saya. Hanya Tuhan yang tahu mengapa tiba-tiba ia merubah pikirannya. Dan saya, dengan jari gemetar, hanya bisa menjawab, "Yes, Bubba! A perfect moment and alcohol. Tons and Tons of alcohol!"

Tapi ternyata, setelah di doping oleh beberapa puluh persen campuran alkohol di Blowfish weekend minggu lalu, Saya tetap tidak memiliki keberanian yang cukup untuk menciumnya. Saya bisa mencium keningnya, pipinya, matanya lalu ujung hidung bangirnya. Tapi hanya sampai di situ! Tidak berani melanjutkan lebih ke bawah. DAMN YOU STUPID BITCH! Tapi saya akan terlihat lebih tolol bila nekat menciumnya, yang kemudian di balas dengan telengan kepala pura-pura tidak menangkap maksud saya. Bunuh diri ditempat saja, Jendral! Baiklah... kembali ke Blowfish. Setelah mencekoki diri sendiri dengan alkohol, mulai menunggu moment yang tepat. Tapi bahkan setelah kami sama2 di ranjang, dia memeluk saya, membawa wajah saya begitu dekat dengan wajahnya, saya tetap tidak berani melakukannya! Kemana alkohol itu?! Akal sehat saya tetap tak terkalahkan oleh 40% gandum hangat! SETAN! Kembalikan 400 ribu saya!

Pada akhirnya saya menyerah. Saya sudah terlalu banyak mengalami penolakan. Satu lagi penolakan, maka saya akan meleleh seperti jelly di cuaca 100 derajat celcius. Seperti kain basah. Sekali lagi penolakan maka, BUNUH DIRI DITEMPAT SAJA, JENDRAL!

Not even a kiss goodbye?
God... patheticism...

Tuesday, November 27, 2007

Cinta adalah karpet yang di tarik dengan sangat cepat dari bawah kakimu.
Membuatmu sedikit melayang, perasaan berdebar-debar, adrenalin yang menyembur dengan kerasnya, sedikit pusing, penuh kejutan...
Sampai akhirnya kamu terhempas dengan cepat. Keras. Menghantam tanah, dengan tulang retak, otot terkilir, daging terkoyak dan usus terburai!

Itulah cinta...
Semenyakitkan itu!

Wednesday, November 21, 2007

The loved one said once, "You love the pain. You addicted to it!"
Ah, pain... dont want to live with it, cant live without it.
Pain is the one thing that keeps me alive.
Pain is the one thing that keeps me hangin.
Pain is me, my self.

Pain makes me stronger...

Now, let me die in pain, painless.

Monday, November 19, 2007

Aku menolehkan kepalaku ke arah kanan. Melihat ke luar jendela. Sepertinya turun hujan. Ah, derasnya. Entah sudah berapa lama jari-jariku berhenti mengetik. Entah berapa lama otakku tak berhenti bekerja. Bertanya-tanya mengapa hujan yang begitu derasnya tidak juga melarutkan apapun yang sedang kurasakan. Aku tidak mengenal rasa ini. Atau aku hanya tak mau tau? Tidak cukup berani untuk benar-benar menghadapinya. Yah, aku memang pengecut. Pengecut yang terkurung dalam kebodohannya sendiri. Terkungkung, dan hampir mati.

Orang berlalu lalang di sebelah kiriku. Meneriakkan kata-kata yang seharusnya kumengerti. Tetapi mengapa tak kumengerti? Ah, aku hanya tak mau mendengarkan. Maka kumainkan sebuah lagu. Di dalam kepalaku. Sekeras yang diijinkan oleh membran otakku. Lagu tentang sesuatu yang datang. Lagu tentang sesuatu yang pergi. Lagu tentang cinta, dan lagu tentang kehilangan cinta. Lagu tentang kesedihan, patah hati dan kematian.

Ah, Cinta,... Waktu kita tak lama lagi. Akan kita isi dengan apa sisa waktu ini? Begitu banyak yang sudah kita lewati. Begitu banyak yang tidak akan kita lewati. Bersama. Selamanya, selalu akan berakhir, Kasih. Sekeras apapun kita mencegahnya. "Till death do us apart" tidak hanya untuk mereka yang menjalani legalisasi dari apapun yang sedang kita jalani sekarang. Hanya mungkin saat ini bukan kematianlah jurang pemisah kita. Hanya keinginan yang berbeda. Aku hanya ingin seseorang yang menganggap ini lebih dari sebuah kebiasaan. lebih dari sekedar sebuah rutinitas. Dan kau? Apa yang kau inginkan, Sayang? Rasanya aku tak pernah bertanya itu padamu. Jadi, katakanlah. Apa yang kau inginkan? Aku tak pernah tau. Yang aku tahu, hanyalah apa yang tak kau inginkan. Aku.

Waktu kita tak banyak, Dear. Jadi mari kita nikmati. Mari kita lewati dengan sebanyak mungkin hal yang ingin kita lewati. Sebanyak yang diijinkan sang waktu.

Perpisahan tak pernah indah. Tapi kita adalah orang-orang hebat, Sayang. Mari kita buat perbedaan. Perpisahan yang indah. Sakit, tapi indah. Seperti terjun bebas dari puncak air terjun. Seperti terbang dari lantai 33 sebuah gedung. Seperti menembak kepalamu sendiri. Kita adalah seniman. Kita bisa membuat semuanya jadi indah.

Ah, terlalu banyak kata "Kita" untuk sesuatu yang tidak berarti "Kita" sama sekali. Kalau Kita berarti team solid yang diinginkan semua orang? Lalu mengapa tak pernah ada "Kita" tercipta? Pertanyaan... Pertanyaan... Pertanyaan...

Aku harus pulang, Manis. Aku ingin pulang. Pulang dan melanjutkan hidupku. Sama seperti kau harus melanjutkan hidupmu. Tanpaku. Tak pernah denganku.

Tak akan...

Monday, October 01, 2007

anaksd : so how's life?
anaksd : gua liat foto bubar jadi kangen

callmeeve : life's a bitch
anaksd : specifically kangen elu
callmeeve : seriously?
anaksd : *for some strange unknown reason, yes
callmeeve : well... next week udah bisa ketemu juga kok
callmeeve : :)
anaksd : uhmm
callmeeve : semoga tidak ada...errr... sesuatu yang menghalangi
callmeeve : seperti... pacar yang cemburu membabi buta
anaksd : gua gak ada rencana mudik loh
callmeeve : lho ?
callmeeve : kan gue ke sana
anaksd : owh ya ya
anaksd : great than

callmeeve : :D
callmeeve : syenangnya
anaksd : *siapin lilin-lilin & aroma-therapy ah
anaksd : *room cleaning

callmeeve : haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahahahahahahahahahahahaaaaaaaaaaaaaaaa
anaksd : *house cleaning
callmeeve : nonononooo, storm
anaksd : hahahahahah
callmeeve : ketemu di tempat netral saja
callmeeve : seperti misalnya...
callmeeve : kamar hotel
callmeeve : =))
anaksd : =))
anaksd : NETRAL bangettttt

callmeeve : lho
callmeeve : kamar hotel bapak gue
anaksd : anyway kamar gua udah 1/2 kantor koq
callmeeve : netral aboeesshh itu az
anaksd : kamar hotel bokap elu <- ini mah no-fly-zone, bukan neutral-zone
callmeeve : :D
anaksd : kamar pacar <- ini front-line
anaksd : darah jenderal, darah!!
anaksd : *kuran gkoma:
anaksd : darah, jenderal. Darah!!

callmeeve : bentuknya jadi ga jelas gitu kalimat
anaksd : huhauehueh
anaksd : iya eve

callmeeve : lagi ngajak ngomong jendral apa darah jendral?
anaksd : gosip-nya elu udah jadi anak bae baek
callmeeve : :)
callmeeve : sapa yang bergosip itu?
anaksd : "ketemu di tempat netral ajah" <- sort of confirm the gossip
callmeeve : gosip itu kan ketauan bener ato engga nya dari sapakah penggosipnya
callmeeve : yeahh well
callmeeve : :D
anaksd : soalnya all these time gua yang: "bagus sih kalo dia jadi anak baek baek, tapi tampak tidak mungkin. yakin lu?"
callmeeve : :))
anaksd : "ketemu di tempat netral aja, storm" <- you have no idea how this statement means to me
anaksd : :D

callmeeve : how?
anaksd : 1st it confrim the gossip
anaksd : 2nd wow
anaksd : 3rd hebattt
anaksd : 4th yakin?
anaksd : 5th curiga mo kawin ni anak dalam waktu dekat

callmeeve : 5th ini bukan ivy
anaksd : 6th mungkin aja sih
anaksd : 7th hmm hmm.. people does change
anaksd : 8th but somethign will never change

callmeeve : 6th *pasang tanda salib make jari 2 telunjuk* PERGI KAMU, SETAAANNNNN!!! PERGI KE ALAMMU SENDIRIIII!!!
anaksd : 9th jangan ngeremehin dong storm
anaksd : 10th hmm hmmm....
anaksd : ...
anaksd : hahahaha
anaksd : i dont know eve
anaksd : hahahaa hahahaha

callmeeve : 11. coba kita test storm...
callmeeve : hahahahaha
callmeeve : engga jadi anak baek2 lah
callmeeve : cuman mencoba lebih menghargai orang laen
callmeeve : tsaahhh
callmeeve : b-)
anaksd : hahaha akahkjhkahkjhkahekjahkh
anaksd : 11. <- try not think about this
anaksd : I try not to

callmeeve : please.... dont...
anaksd : and i m trying hard by the way
callmeeve : :D
anaksd : is not easy
anaksd : :))
anaksd : rumah gua masih sama
anaksd : tapi gua pindah kamar ke MASTER bed-room

callmeeve : ha?
callmeeve : aptm yang waktu itu?
anaksd : jadi laen kali lu ke rumah, harus pake latex biar cocok dengan tipe kamar-nya
callmeeve : wah pasti jadi lebih besaaarrr dan luaassss
anaksd : :))
callmeeve : :D
callmeeve : kalopun lo ga tahan storm...
callmeeve : gue pasti tahan kok
callmeeve : tenang aja
callmeeve : :)
anaksd : tsa~h
anaksd : is this some sort of challange?
anaksd : bole bole aja sih
anaksd : gua siapin kopi deh

callmeeve : haaaaaaaahahahahahah
callmeeve : kopi ama african fly?
callmeeve : nice try
callmeeve : hahahahaha
anaksd : ??
anaksd : hmm.. never heard of it

callmeeve : spanish fly?
callmeeve : :">
anaksd : i was referring to coffee + salt to keep you sober
callmeeve : and a bit horny?
callmeeve : :D
anaksd : harusnya sih opposite of horny
anaksd : u know.. u MIGHT need that
anaksd : i know i dont

callmeeve : haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahahahahahahahahahahahaha
anaksd : > : )
anaksd : anyway
anaksd : I will still clean up the room
anaksd : elu bisa jadi a VERY good excuse to clean up

callmeeve : ya
callmeeve : kadang2 buat bebersih memang perlu motifasi yang sangat kuat
anaksd : eh btw,
anaksd : akhir bulan oktober this insignificant little one-man company bakal mensponsori sebuah acara conferensi tingkat asia-pacific
anaksd : coba diperhatikan: men-SPONSOR-i
anaksd : hence, logo-nya bakal nangkring

callmeeve : heum... acara conferensi apa storm?
callmeeve : sepertinya menarik juga itu
callmeeve : wah keren juga
callmeeve : sinih gue kawinin!
callmeeve : :D
anaksd : :))
anaksd : seminggu eve.. seminggu
anaksd : sabar aja
anaksd : =))

callmeeve : hahahaha
callmeeve : nahhhh...
callmeeve : gue kuat!
callmeeve : in fact... tidak lagi bernabsuh pada orang lain
callmeeve : resikonya terlalu besar
callmeeve : btw, penasaran
callmeeve : sapa yang bilang gue udah jadi anak baik2 sih storm?
anaksd : hahaha haahahaha
anaksd : in fact... tidak lagi bernabsuh pada orang lain <<-- wow! kereen (tepuk tangan)
anaksd : *terutama setelah terakhir kita chat kamu bilang 'bete ama cowok gua'

callmeeve : bukan cowok gue, remember?
callmeeve : and btw, bete bukan alesan buat berbuat ama orang laen kan?
callmeeve : :)
anaksd : uhm jelas bukan
anaksd : tapi... mindset nya itu loh eve
anaksd : heueheuhe
anaksd : what happen to your life? something big must have happened

callmeeve : :)
callmeeve : bagus bukan?
callmeeve : :D
anaksd : buat gua sih bagus
anaksd : cuman ya~... WHY? atau WHAT HAPPENED?

callmeeve : ceritanya terlalu membosankan buat elo lahh
callmeeve : hahahaha
anaksd : your story? never
anaksd : *not so far

callmeeve : gue cuman ga mau jadi orang jahat
callmeeve : ga mo nyakitin orang laen lagi
callmeeve : karma itu pait, jendral!
anaksd : ic
anaksd : me too sih (dari dulu)
anaksd : makanya gua mah hanya 'maen' kalo sama sama pengertian, no hard-feeling, dan well... agree with all term & condition
anaksd : [ ] I agree to the term and condition
anaksd : [ continue ]

callmeeve : eniwe... spertinya ga lama lagi juga pisah dari lelaki ini kok
callmeeve : sepertinya
callmeeve : jalan ditempat itu capek and doesnt take me anywhere gitu
anaksd : hmm
anaksd : so I'll be expecting the old eve soon enough?

callmeeve : ga juga
callmeeve : hopefully nop
callmeeve : jadi anak baik2 mungkin lebih enak
callmeeve : ga disumpahin ama orang sejagat
anaksd : hmmm
anaksd : tapi seriously eve... apart from whatever sexual relation we had
anaksd : i miss you

callmeeve : berusaha jadi orang baik aja masih aja ada kejadian2 ga enak
callmeeve : pa lagi jadi orang jahat kaya gue dulu
callmeeve : :)
callmeeve : i miss you too, storm
callmeeve : honestly
callmeeve : ngobrol... hehehe asik aja
anaksd : cara berpikir elu yang cenderung pseudo-random dan nyablak bebas itu berguna banget buat gua
anaksd : terutama untuk men-trigger neuron neuron di bagian sebelah kanan otak gua

callmeeve : berguna untukkk/....???
callmeeve : haaaaaaaahahahahaha
callmeeve : padahal gue orang yang sangat kiri gitu?'
callmeeve : eh kmaren gue test denk
callmeeve : ternyata gue balance menggunakan otak kiri dan kanan
anaksd : hmmm
anaksd : well... honestly (sorry) i dont give a damn
anaksd : gua kan egois, jadi gua cuma pikirin untuk diri gua sendiri
anaksd : asal orang lain tidak terluka, sukur sukur kalo berguna, mari

callmeeve : yah hampir semua orang gitu kan
anaksd : :)
anaksd : ya.. tapi most ppl hide it behind their 'image'

callmeeve : gue udah jadi ivy yang membosankan storm
anaksd : tuh kan!!!!
callmeeve : udah tua kali ya gue
callmeeve : haheuaheuaheuae
anaksd : this is what i miss from you
callmeeve : ha?
callmeeve : which one?
callmeeve : :-o
anaksd : this excact kind of 'omongan gak penting'
callmeeve : :D
anaksd : gak penting tapi berbobot
callmeeve : omongan kita selalu ga pernah penting... tapi sebenernya penting juga
anaksd : plus point-nya adalah elu cewek
callmeeve : and why is that?
anaksd : well... again, apart from ANY sexual thing whatsoever... its just different
anaksd : dan nemuin cewek yg bisa 'jujur' atau minimal 'pura pura jujur' itu agak susah

callmeeve : pura2 jujur bukannya = boong juga?
callmeeve : beda yah?
anaksd : hahahahaha
anaksd : beda banget

callmeeve : di?
anaksd : 'berusaha jujur' dengan 'nutup nutupin diri' itu beda
anaksd : *kali deh
anaksd : seolah ini adalah dialog penting
anaksd : pokoknya lu ngerti dah
anaksd : ...

callmeeve : ga ngerti sih
anaksd : i mean.. jarang jarang gua kasih compliment
callmeeve : yang gue tau cuman ada 3
anaksd : blak blakan pula
callmeeve : jujur, bohong, nggak menjawab
callmeeve : pura2 jujur itu masuk di yang mana?
anaksd : hmmm
anaksd : good point

callmeeve : hahahahaha
callmeeve : jadiiiiii?
callmeeve : duwh my bos is breathing down my neck... untung orangnya baek
callmeeve : bentar brb

Wednesday, September 26, 2007

"Mau" dan "Bisa". Tipis, tapi tetap saja berbeda.

Kadang-kadang orang tercampur baur menggunakan kedua kata di atas tanpa benar-benar memikirkan artinya. Seperti kemarin ketika saya meminta tolong pada seorang teman. Saya bertanya, "Emm..mmm... eh, mau bantuin gue nggak?" Dan dia menjawab dengan pertanyaan lagi. Seperti yang biasa dilakukan semua orang "Tolong apa? Yah kalau memang gue bisa nolong..." dia membiarkan kalimatnya menggantung.

Jawaban seperti itu, bukan jawaban yang saya harapkan ketika saya minta tolong pada seseorang. Seperti, entahlah, tidak begitu berniat membantu. Dan kenapa saya bilang begitu? Karena, perhatikan pertanyaan saya, "Mau bantuin gue nggak?"! Saya menggunakan kata "Mau". Bukan kata "Bisa". Yang berarti, mungkin bahkan sebelum minta tolong, saya sudah memperhitungkan apakah teman saya ini bisa membantu saya atau tidak. Atau bahkan lebih mungkin lagi, saya sudah memperhitungkan bahwa teman saya inilah yang paling bisa membantu saya diantara teman saya yang lain. Yeah, nggak tau juga sih. Tapi mungkin itu sebuah jawaban dalam sebuah jawaban. Maksud? Jadi, kalau ternyata teman saya itu tidak mau membantu, dia bisa saja bilang "Wah sorry, gue nggak bisa." Nah kan mati kutu. Hahaha..

Kata orang tua, "Kalau ada kemauan, pasti ada jalan." Artinya mungkin sama seperti, "Asal mau, pasti bisa." Nah kalau soal tolong menolong ini, jawaban seperti diatas hanya menunjukan kalau teman saya itu, mungkin tidak mau benar2 berusaha, bersusah-susah menolong saya.

Untuk saya, bukan result yang terpenting. Maksud? Kalaupun misalnya teman saya itu mencoba menolong saya, tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan, saya tetap akan menghargainya. Karena untuk saya yang terpenting adalah, dia... ada di sana saat saya sedang membutuhkan. Mencoba untuk membantu dengan segala keterbatasannya. MAU membantu dengan segala ke-tidak-BISA-annya. Memang, meminta bantuan seseorang, saya pastilah berharap pemecahan yang spektakuler atas segala permasalahan apapun yang sedang saya alami itu. Tapi terkadang, keberadaan seseorang di sebelah kamu, di saat kamu kesusahan, itu saja sudah merupakan pertolongan terbesar yang bisa kamu dapatkan.

Jadi kadang kamu nggak perlu BISA membantu seseorang. Yang penting adalah, MAU... atau tidak. Karena kalau kamu MAU, maka kamu akan mencoba sekuat tenaga, segala cara untuk membantu. Tapi kalau kamu sekedar BISA, tapi NGGAK MAU? Won't bring you anywhere... :)

Now i'm being such a wise ass. Hahaha... sudah terlalu lama tidak update blog ini. Bahkan sudah terlalu lama tidak menulis dimanapun. Maafkan bila tulisan saya acak adut. Ini seperti naik sepeda. Saya harus mulai belajar lagi untuk menyeimbangkan di sini dan sana. :)

Tapi memang bener, "MAU" dan "BISA", memang sangat tipis, tapi tetap saja berbeda.

Jadi kamu "MAU"? Atau "BISA"?

Monday, August 06, 2007

Siapa yang menyangka kalau akhirnya saya akan menyanyikan lagu ini juga.
Hhhgghhh.... (exhaling)

Mix the chemicals right dear,
Mix the chemicals right,
Yeah the margin of error is slight.
Mix the chemicals right dear
Mix the chemicals right,
Yeah you know that you could,
Save my life.

There,
Is a risk,
There's a risk when your dealing with love.
You could snap my neck.
Any speed you drive,
Can be dangerous.

Mix the chemicals right dear,
Mix the chemicals right,
Yeah you know there's a fine line between.
Mix the chemicals right dear
Mix the chemicals right,
Cause I know what betrayal can mean.

When this frame fails me,
Will I trust you to carry me through?
I know there's no such thing,
As safety,
But I know what a promise can do.
Will I trust you,
Will I trust you to carry me through?
I will trust you,
'Cause I know what a promise can do....

Wednesday, June 27, 2007

"Shit! Shit! Shit!" umpatku berbisik. Pada siapa? Entahlah. Pada diriku sendiri.
Aku bukanlah orang yang suka mengumpat. Tapi umpatan itu kali ini layak kulontarkan. Aku meletakkan pisau di atas pantry, lalu memijat ujung jari telunjukku yang terpotong hingga semakin banyak darah yang keluar. Kemudian tergopoh-gopoh aku menuju ke tempat cuci piring dan mendiamkan jariku di bawah aliran air keran. Mencoba membersihkan lukanya. Setidaknya air keran lebih bersih daripada sekedar memasukkannya ke mulut. Beberapa orang bilang, ludah kita mengandung obat alami yang bisa menyembuhkan luka. Bullshit! Entah kuman apa saja yang terkandung dari ludah kita. Yeah, ok, entah kuman apa saja yang juga terkandung di air keran bak cuci piring. Tapi setidaknya dengan meletakkannya di bawah pancuran air dingin, jariku terasa lebih enak. Dan aku tak perlu merasakan asinnya darah saat aku mengulum dan menghisap-isap lukaku.

Sudah dari tadi siang aku sedikit uring-uringan. Padahal ini masih jauh dari waktu PMS-ku. Kurasa moodku memang bisa berubah dengan mudahnya kalau sudah menyangkut dirinya. Rasanya seperti aku tak lagi punya kekuatan untuk mengontrol emosiku sendiri.

Pukul sebelas siang tadi.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Ntar mo makan siang brg?
From: 0818 xxxx xxxx

To: 0818 xxxx xxxx
Liat ntar
From: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)


Selalu jawaban yang sama. Jawaban yang tidak menjawab apapun. Jawaban menggantung tanpa kepastian. Dan aku selalu menelan jawaban-jawaban itu bulat-bulat. Yah, aku adalah perempuan yang sedang jatuh cinta. Apa yang bisa diharapkan dari seorang perempuan yang sedang jatuh cinta? Mengharap dari sesuatu yang tak pasti. Itulah yang jadi keahlian dari perempuan yang sedang jatuh cinta.

Pukul dua belas siang tepat.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Gimana?
From: 0818 xxxx xxxx


Semenit.
Dua menit.
Sepuluh menit.
Masih juga belum ada jawaban. Ah, mungkin memang dia masih sibuk. Kadang suka sampai lupa segalanya kalau sudah mengerjakan apapun yang sedang dikerjakannya. Mungkin aku harus menunggu.

12:45.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Hello…? Anybody home?
From: 0818 xxxx xxxx


Aku menunggu dan terus menunggu. Perutku mulai protes. Aku memang tidak sarapan apapun pagi ini. Dari pagi setumpuk dokumen sudah menunggu untuk kukerjakan. Mulai berpikir untuk makan saja duluan dan meninggalkan yang menggantung dengan gantungannya sendiri. Maksudku, tidak salah kan kalau aku makan duluan. Toh aku sudah berusaha mengabarinya. Ah, benar-benar ciri khas Igor. Sial.
Mungkin lebih baik aku menelponnya.

Calling….
Lil Bliss


Nada sambung.
Sekali.
Dua kali.
Berkali-kali.
Tidak diangkat! Ok, mungkin memang dia sibuk. Atau…? Ah, jangan berpikiran yang macam-macam. Ini tengah hari bolong. Tidak mungkin Igor bertemu dengannya siang hari begini. Maksudku, aku dan perempuan itu berkantor di gedung yang sama. Masa Igor setega itu? Bagaimana kalau aku melihatnya? Mungkin dia memang sedang sibuk.

Kucoba menelpon lagi.

Calling…
Lil Bliss


Masih nada sambung.
Dan masih tidak diangkat.
Sial! Rasa dingin merayapi tubuhku. Rasa dingin yang sama setiap kali aku merasa ada yang tidak beres. Rasa dingin yang sama setiap kali dia tidak menerima telponku, atau membalas smsku. Rasa dingin yang sama seperti yang selalu kurasakan saat Igor sedang bersamanya.

Dan aku mengurungkan niatku untuk makan siang. Karena kakiku langsung membawaku ke toilet wanita. Masuk ke salah satu biliknya, dan muntah.

Masih mengumpat-umpat kecil aku berjalan cepat ke kamar mandi. Membuka lemari obat-obatan, mencari kapas dan betadine. Dengan sedikit kasar kuobrak-abrik seluruh isi lemari. Menemukan kapas di ujung dalam lemari. Tapi dimana betadin sialan itu? Seingatku masih ada botolnya walaupun tinggal sedikit. Setelah beberapa tablet obat dan beberapa botol minyak gosok terlempar keluar, akhirnya aku menyerah dan berhenti mencari betadine. Akhirnya aku hanya menyambar selembar band-aid dengan asal-asalan. Menarik keluar botol antiseptik, mencocolnya dengan kapas, membersihkan lukaku dan kemudian menempelkan band-aid di seputar ujung jari telunjukku yang terpotong.

Pukul tujuh malam, aku melirik ke jam dinding tepat di atas tv kecilku yang selalu jadi bahan ejekkannya. "Tv lo tuh canggih, tauk. Bisa memberi efek goyang yang sangat real. Bagus untuk film-film seperti 'The Perfect Storm', atau film 'Earth quake'" celanya sambil tertawa puas. "Serasa nonton di bioskop Three D", lanjutnya lagi. Biasanya aku hanya mencubit pinggangnya, atau menekan pahanya hingga ia kegelian. Oh ya, kelemahannya ada di kaki. Pencet sedikit, dan dia akan menyerah.

Pukul tujuh lewat lima belas menit. Kemana dia? Kenapa belum datang? Atau paling tidak menelpon, untuk memberi kabar apakah ia jadi datang atau tidak. Aku berencana memasakkannya,… sesuatu. Yah, ok, aku memang sedang memasakkan Macaroni Panggang. Dan aku sedang mengiris buncis ketika jariku terpotong. Salahku sendiri. Menggunakan benda tajam dengan pikiran yang melayang kemana-mana, seperti, kemana Igor pergi tadi siang, tanpa membalas sms dan tanpa mengangkat telponku. Hanya sebaris sms yang akhirnya datang padaku, beberapa jam kemudian.

To: 0818 xxxx xxxx
Sorry, ada prlu ma temen. Ga bs angkat tlp.
From: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)


Mengesalkan. Memangnya aku punya waktu yang begitu banyak hingga bisa menunggu kabar darinya untuk konfirmasi makan siang bersama kami sampai jam 3 siang—waktu aku menerima smsnya itu—. Tapi, ya, aku memang selalu punya begitu banyak waktu yang akan dengan senang hati kuhambur-hamburkan untuk menunggunya. Sebagian orang akan bilang bahwa aku dungu. Tapi menurutku, aku hanya jatuh cinta. Dan—sekali lagi—apa yang bisa diharapkan dari seorang wanita yang sedang jatuh cinta?

Igor pasti sedang bersamanya. Hanya saat dengan perempuan itu dia tidak mau mengangkat telponku. Bahkan tidak menyempatkan membalas smsku. Tapi entahlah. Dia memang jarang mau membalas smsku. "Lebih murah telpon, kalo ke elo mah," begitu selalu alasannya. Tapi tetap saja dia tidak pernah menelponku kembali ketika aku mengirimkan sms padanya. Mungkin dia memang…. Entahlah… seperti yang selalu dikatakannya padaku…

Setelah akhirnya selesai memotong buncis, aku mulai menyiapkan semua bahan untuk membuat Macaroni Panggang. Mencampur dan mengaduknya. Menambahkan bumbu yang perlu ditambahkan. Mencicipi, menambahkan lagi bumbu, dan akhirnya siap memasukkan adonan itu ke dalam oven. Jam sudah menunjukkan pukul 8:20 malam. Kemana lelaki keparat itu?

Calling…
Lil Bliss


Berdering dan berdering.
Tidak diangkat.
Kucoba lagi. He better take it this time.

Calling…
Lil Bliss


Masih tidak diangkat.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Gmn? Ke sini ga sih?
From: 0818 xxxx xxxx


Aku menyalakan oven, mengatur suhunya, menunggu balasan sms.
Sepuluh menit berlalu, dan handphoneku masih belom berbunyi.
Aku membersihkan dapur, merapikan meja makan kecil yang terletak di sudut dekat jendela.

Mengambil air dingin dari kulkas, menuangkannya ke dalam gelas, kemudian meminumnya, padahal aku sama sekali tidak haus.
Handphoneku masih belum berbunyi.
Arrgghhh….

Calling…
Lil Bliss


Tuuut….
Tuuut…
Masih tidak diangkat.
Aku mengambil sebatang rokok dari bungkusnya. Menyalakannya, menghirup asapnya dalam-dalam. Berjalan ke arah jendela, membuka kacanya, memberi jalan agar udara dapat berganti.

Calling…
Lil Bliss


Aku sudah tahu bahwa ini akan tetap tidak di angkat.
Aku menyerah.
Untuk saat ini.
Memang dia tidak menjanjikan akan datang hari ini. Aku hanya berharap. Entahlah. Setidaknya aku merasa berhak mendapat konfirmasi, apakah ia akan datang atau tidak. Setidaknya aku tidak perlu menghabiskan waktu dengan mengkhawatirkan apakah ia akan datang atau tidak. Apakah dia baik-baik saja, atau mobil tuanya sedang membuat masalah lagi. Tidak perlu mengkhawatirkannya sedang terkapar di suatu tempat dengan kaki patah atau kepala retak.

Pukul lima, tadi sore. Mendekati waktu pulang kantor. Memang biasanya aku tidak pernah pulang kurang dari jam tujuh malam. Tapi lebih baik sejak awal aku menanyakannya. Daripada keduluan orang lain.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Mau pulang bareng?
From: (0818 xxxx xxxx)


To: 0818 xxxx xxxx
Liat ntar. Gak tau kerjaan kelar jam brapa.
From: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)


Jawaban yang sama. Selalu jawaban yang sama. Ok, kalau memang tidak tahu akan pulang jam berapa, mungkin aku bisa pulang duluan, dan dia menyusul. "Kompromi, Abby! Kompromi!" aku mengingatkan diriku sendiri.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Ya dah, kalo ga bisa bareng, ntar nyusul aja ke aptm gimana?
From: 0818 xxxx xxxx

To: 0818 xxxx xxxx
Ga tau. Ntar dikbarin deh.
From: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)


Kata-kata yang berbeda, tapi jelas maksudnya sama saja. Gantung. Tipikal Igor. Tidak pernah bisa menjanjikan apapun. Mungkin dengan tidak menjanjikan apa-apa, dia bisa dengan mudahnya mengabaikannya. Atau dia hanya tidak mau berusaha untuk menepati janji? Entahlah.

Ah, aku lupa kalau entah seberapa awalpun aku menanyakan ini padanya, aku akan selalu mendapat jawaban yang sama. Entah seberapa awalpun aku menanyakan ini padanya, aku tidak pernah menjadi nomer satu. Tidak pernah jadi prioritas untuknya. Dan aku menerimanya. Berkompromi dengan egoku. Berkompromi dengan harga diri. Menerima semua ini, tanpa syarat!

Tiing…
Bunyi Ovenku. Macaroniku sudah siap santap. Aku mengeluarkannya dari oven, meletakkannya di atas pantry, mengibas-kibaskan asapnya, menghirup wanginya. Hmmm… Dia pasti akan ketagihan. Yah, kalau dia datang. Pasti dia datang. Tidak mungkin ia mengecewakan aku dua kali dalam sehari kan? Atau, mungkinkah?

Aku mulai memotong-motong Macaroni Panggang. Mengatur piring, garpu, gelas dan semua peralatan makan. Memang bukan pengaturan sempurna seperti di film-film. Apalagi dengan tambahan dua lilin panjang berwarna merah. Bahkan piring makanku tidak ada yang match satu sama lain. Aku hanya ingin agar meja makan ini terlihat lebih rapi. Lebih apik. Mungkin akan menambah selera makan. Aku sendiri tidak tahu apakah akan ada pengaruhnya. Aku selalu makan sambil duduk di loveseat depan TV, sambil menaikkan kaki. Memang bukan golongan priyayi.

Jam sepuluh malam. Sepertinya kerjaanku dari tadi hanya bolak-balik melihat ke arah jam dinding. Masih belum ada kabar dari Igor.

Calling…
Lil Bliss


Masih belum diangkat. Rasa dingin yang sudah sangat kukenal itu mulai merayap naik dari setiap ujung jariku. Sial! Kemana sih Mahluk Keparat ini?
Kucoba sekali lagi.

Calling…
Lil Bliss


Kenapa aku masih mencoba padahal aku sudah tahu pasti, sesering apapun aku mencobanya, tidak akan diangkat. Entah apa yang ada di pikirannya. Di manapun dia, aku yakin ia sama sekali tidak perduli bahwa aku berjam-jam menunggunya. Berjam-jam merasa was-was. Tidak bisa berhenti khawatir. Dia sama sekali tidak perduli. Itu pasti! Bahkan mungkin saat ini dia sedang bersenang-senang melakukan apapun yang sedang dilakukannya, yang membuatnya senang itu. Dan kalau sudah begitu, apakah ia akan ingat padaku? Tentu tidak, Nona. Tentu tidak.

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Katanya mo ngabarin? Mana? Nggak jelas gini sih? Capey deyh…
From: 0818 xxxx xxxx


Bahkan SMS pun tidak akan dibalasnya. Aku tahu pasti itu. Tapi itupun tidak bisa membuatku berhenti terus menerus mengecek handphoneku. "Ah, come on, Abby, udah pernah denger yang namanya ringer handphone belom? Itu lho, bunyi yang menandakan ada telpon ataupun pesan yang masuk. Tunggu aja handphonenya bunyi, dan lo akan tau kalau ada sms masuk. Nggak usah dilongokin setiap dua menit sekali", dalam hati aku mengutuki diriku sendiri.

Aku mencoba mengalihkan perhatianku dengan menonton TV. Memindah-mindahkan channel tanpa benar-benar menonton acara yang sedang ditayangkan. Pikiranku melayang, entah kemana. Mungkin ke… radius 3 kilometer? Entahlah. Aku bahkan tak tahu dimana perempuan itu tinggal.

Tiba-tiba aku jadi bergidik sendiri. Pikiran itu, seakan-akan memastikan bahwa Igor pasti sedang bersamanya. Melakukan apapun yang bisa membuatnya sama sekali tidak perduli pada perasaanku. Ah, tapi sejak kapan Igor pernah benar-benar perduli pada apa yang kurasakan?

Tidak ada acara yang cukup bagus yang bisa mengalihkan perhatianku. Jadi aku membongkar tumpukan koleksi DVD-ku. Mencari film yang bisa kutonton. Hmm… Hmmm… Hmm… Ini dia! High Fidelity. Film paling keren sepanjang masa, setelah Capote, Pulp Fiction, Scarface, Almost Famous, Before Sunrise… Yah, ok. Mungkin bukan terkeren sepanjang masa. Tapi cukup keren menurutku. Tentang seorang pemilik record store, Rob Gordon, yang ngomong-ngomong dimainkan oleh John Cusack. Oh, sungguh yummie. Setelah putus dari pacarnya, Laura, membuatnya kembali menengok ke belakang. Ke hubungan-hubungannya yang gagal sebelumnya. Lelah merasa terus menerus jadi pecundang, Rob mencari tahu mengapa semua perempuan di dalam hidupnya akhirnya pergi meninggalkannya. Jawaban yang ditemukan ternyata sangat mengecewakannya. Setelah menghabiskan waktu dan tenaga terus menerus menyalahkan para wanita itu, ternyata akhirnya dia menyadari bahwa karena kesalahannya sendirilah akhirnya para wanita itu meninggalkannya. Karena keegoisannya sendirilah akhirnya ia selalu ditinggalkan oleh wanita-wanita yang tadinya mencintainya. Ditinggalkan sendiri, kesakitan dan menyesal. Astaga! Betapa menyedihkan hidupnya. Yeah, ok… hidupku juga menyedihkan.

Lagi-lagi aku melirik ke arah jam. 23:30.

Calling…
Lil Bliss


Masih tidak diangkat. Aku menekan tombol merah, untuk kemudian kembali menekan tombol hijau.

Calling…
Lil Bliss


Heum…. Ok, sekali lagi.

Calling…
Lil Bliss


Sepertinya aku mulai obsesif. Rasa dingin itu menyergap semakin dasyat. Jantungku berdegup kencang. Seperti berdentum rasanya. Seluruh telapak tanganku seperti membeku. Begitu dingin. Kuku-kukuku mulai terlihat membiru. Ada energi yang meluap-luap. Aku harus menyalurkan energi ini. Atau aku akan mati karenanya. Itupun kalau aku cukup beruntung bisa mati tanpa menderita.

Aku tahu dia tak akan datang.

Maka aku mulai membereskan meja makan. Memasukkan kembali piring-piring, gelas-gelas, garpu-garpu ke dalam raknya. Membuang Macaroni Panggang yang bahkan sama sekali belum disentuh itu. Aku tidak lagi bernapsu makan. Hilang semua rasa lapar. Sedikit aneh, mengingat tidak ada yang memasuki perutku seharian ini kecuali beberapa potong keripik kentang yang kucomot dari toples teman kantorku.

Aku tidak tahu apakah aku berhak marah? Apakah aku harus menahan semua perasaan yang mengganggu ini? Mungkin memang seharusnya kutahan. Karena toh aku bukan siapa-siapa. Tidak punya hak atas apapun. Tapi apakah aku tidak punya hak untuk diperlakukan lebih baik? Apakah aku meminta terlalu banyak? Aku hanya meminta ia memberi kabar, bahkan kalaupun ia tak bisa datang. Aku toh akan coba mengerti. Tapi sama sekali tidak memberi kabar seperti ini? Aku memang bukan siapa-siapa. Tapi aku tetaplah manusia. Yang punya perasaan.

Ah, sudahlah… Aku lelah.

Aku kembali menyulut rokokku, dan duduk di dekat jendela, setelah mematikan TV dan semua lampu. Memandang lampu-lampu di kejauhan. Menghisap dan menghembukan asap dengan berirama. Pelan. Merenungi mengapa… mengapa aku tetap bertahan. Bertanya, obesesi apakah ini. Aku, dengan egoku yang besar, mau diperlakukan seperti ini? Membuang semua harga diri yang aku punya hanya untuk diinjak-injak.

Menghisap, menghembuskan. Menghisap, menghembuskan. Hingga akhirnya rokokku tinggal puntung. Aku mematikannya, menekannya ke asbak di atas meja kopi di depan TV. Lalu berjalan ke kamar mandi, mencuci mukaku, mencari botol obat tidurku. Mengeluarkan dua butir pil berwarna merah muda itu, lalu menelannya.

Setelah meminum segelas air, aku mulai merebahkan tubuhku di atas kasur. Semakin lama, kantuk semakin menyergapku. Aku mulai terhanyut ke alam trans. Antara tidur dan… entahlah. Mati? Dan mimpi itu datang. Mimpi yang sama seperti yang kudapat malam sebelumnya. Dan malam sebelumnya lagi. Dan sebelumnya lagi. Terus berulang-ulang. Igor, dengan perempuan itu. Mereka bercinta.

Maka aku tersentak kaget dan terbangun. Tidak ada peluh. Hanya ada nyeri di dadaku, dan air yang mengalir dari kedua mataku. Mereka sedang bercinta.

Dan aku terlupakan.

Karena aku memang tak pernah ada dalam hatinya. Hati Igor. Tidak pernah ada…
Aku harus memastikan.

Calling…
Lil Bliss


Bahkan sampai kotak suara yang menyahutpun telponku tak di angkatnya. Aku mendongak, menyipitkan mata, berusaha melihat ke arah jam dinding kamarku, di atas meja komputer.

Jam 1:25 menit. Sudah jam segini? Dan telponku masih belum diangkatnya?

Calling…
Lil Bliss


Tetap tak diangkat.
Baiklah. Aku mengerti.
Aku mengerti…
Mungkin mimpiku bukan sekedar mimpi.
Tapi firasat…

To: Lil Bliss
(0818 xx xxxx)
Oh, ok.
From: 0818 xxxx xxxx


Besok ia akan memperlakukanku dengan sangat baik,
karena… entahlah… rasa bersalah mungkin?
Tapi percayalah, kejadian ini akan terulang lagi
Dan terus terulang…

Monday, June 04, 2007

Baru beberapa hari lalu, "Kamu terlihat berbeda, Eve. Kamu tidak biasanya seperti ini. Ada yang berubah. Sesuatu berubah. Dan itu membuatmu jadi terlihat lebih buruk. What's wrong, Eve?"

Kalimat itu terucap dari mulut seorang teman yang hampir setahun tidak bertemu. Dan dia sudah menjadi orang ke lima, atau ke enam yang bicara seperti itu pada saya. Apakah saya seberubah itu?

"Come on! Look at your face! Look at your eyes!! Look at your smile!! You are definitely a dead man--ups, woman--walking!!" Serunya lagi sambil menunjuk ke display kamera digital miliknya setelah beberapa kali kami mengambil foto bersama, ketika aku memprotes penilaiannya itu. Yeah well, people change. Everything change.

Memangnya ini salah saya kalo beberapa waktu terakhir ini, ada pertanyaan2 yang menggelayut di otak saya? Potongan2 kejadian yang tak pernah saya lihat, tapi selalu menghantui? Imajinasi2 yang menyakitkan? Keinginan2 tak tertahan untuk melepaskan diri dari rasa sakit?

Shut!! I can't get this song out of my head!!

What's she like when she turns around to kiss you goodnight?
When she wakes up in the morning by your side?
What's she like?

What's she like?
The yellow moon or the deep blue of the sea?
Do you feel the same way you did when it was me?
What's she like?

Oh I've been holding on
I've been holding on for far too long
I've been holding on
I've been holding on much too long.

What's she like when you're making love and stars are in her eyes?
When you're looking for the answers in her smile?
What's she like?

Oh I've been holding on
I've been holding on for far too long
I've been holding on
I've been holding on much too long
Too long.

I never knew I could love somebody the way I loved you
I never thought I'd be the broken-hearted
Well, nothing hurts you like the truth.

So what's she like when she turns to you, when push comes to shove?
When she whispers in your ear that she's in love?
What's she like?

Oh I've been holding on
I've been holding on for far too long
I've been holding on
I've been holding on much too long
So what's she like?

Sunday, June 03, 2007

Silence builds an awful wreckage of a girl
It feeds on loneliness and creates a void
Gray shadows haunt and torment and torture
A teenager is stricken and destroyed

There is no sound of laughter or happiness here
The little one has thrown in the towel today
Somber, melancholy moods decay the soul
It is futile to hope and dream and pray

Emptiness builds a home in this woman
In this girl, this child where hollows have bred
A deepening sea of nowhereness consumes
And eats away at every connecting thread

Confusion feeds like a savage inside her,
Leaving nothing considered worthy remains
Destined to walk through life less ordinary
Alone, exiled, different and disdained.

Wednesday, May 23, 2007

I, finally, fucked him yesterday, in the 4th fl. VIP rest room. In the middle of Migration Meeting. Damn Shit!

Setelah membereskan pakaian kami, membuka pintu dan celingukan ke kanan ke kiri melihat apakah ada orang yang bisa memergoki kami, akhirnya aku melangkah keluar terlebih dahulu. Dan saat itulah ia bertanya, "Kenapa akhirnya kamu mau?"

Aku hanya menoleh, mengedikkan bahu seolah-olah ini bukanlah suatu hal yang penting dan menjawab, "Horny?"

Dia tertawa. Akupun melenggang ringan, menuju ke kamar mandi wanita. Masuk ke dalam salah satu bilik, dan menangis.

Apa yang kutangisi? Rasa bersalah? Pada siapa? Aku tidak punya siapa-siapa lagi untuk kujaga perasaannya. Untuk kuberikan kesetiaanku. Aku tidak punya siapa-siapa lagi.

Mungkin aku menangis karena akhirnya, ini menandai bahwa semuanya sudah benar-benar berakhir.

Tuesday, May 15, 2007

Aku menari. Berdansa dengan kesendirianku. Larut dalam kepedihanku. Sendiri. Maka aku mendongak ke langit. Berharap bulan ada tuk menemaniku. Tapi ternyata aku harus puas hanya dengan bintang. Maka bintanglah yang menemaniku menari. Berdansa dengan segala kesakitanku. Melepaskan semua yang terasa begitu berat. Menarikan rintihan. Erangan. Jeritan. Menarikan perih. Tarian kesedihan.

Are you ready maybe are you willing to run
Are you ready to let yourself drown
Are you holding your breath
Are you ready or not


Di depanku, gulungan ombak. Sedikit demi sedikit menyentuh ujung jari kakiku. Menarikku. Mengajakku. Maka aku memejamkan mata dan menyongsongnya. Dinginnya menyayat. Melupakan sekelilingku. Hanya ada aku, ombak, bintang dan lagu ini bergema di telingaku. Lagu yang membawaku terbang di atas semua kepahitan. Bau garam memenuhi paru-paruku. Angin membelai rambutku. Dan aku berada jauh. Jauh dari segala ketakutanku. Aku berada di sebuah tempat yang tak ingin kutinggalkan.

Are you ready maybe do you long to confess
Do you feel that you're already numb
Are you sure of yourself
Would you lie if you're not
You tire me out don't want to let that happen
A secret scream so loud why did you let that happen


Aku menggapai ke langit. Menarikan tarian permohonan. Permohonan atas sebuah pertolongan. Atau bawa saja aku terbang. Aku ingin berada di mana saja. Keluar dari duniaku yang hitam. Gelap dan penuh luka. Tarian penuh harapan. Harapan akan meraih bintang. Dan aku terbang. Atau tenggelam.

So put your arms around me
You let me believe that you were someone else
Cause only time can take you
So let me believe that I am someone else


Oh, biarkan... biarkan aku tenggelam. Biarkan aku pulang. Karena aku sudah lelah. Sudah merasa cukup. Rumahlah yang bisa melindungiku dari rasa sakit ini. Maka, bawa aku pulang.

Atau bawa aku ke suatu tempat. Tempat dimana hanya ada aku, dan dukaku. Biar aku bergelung dengan sunyi. Karena keramaian memekakan telingaku. Pikuk menekan dadaku. Aku tak bisa bernafas.

So put your arms around me
So put your arms around me
Make me believe
Take me, take me somewhere, somewhere
Let me believe
Cause only time can take you so stop


Pada akhirnya, hanya ada satu orang yang bisa menolongku. Membawaku ke peraduanku. Membuatku merasa tenang. Hanya satu orang pada siapa aku akan menyerahkan semua ini. Meletakkan segala kesakitan di bawah kakinya. Biarkan aku menemukannya. Dan aku akan bersimpuh di kakinya. Selamanya. Berdiam dalam diam. Dan dia akan mencintaiku. Menganggapku berarti. Menyayangiku. Membuatku percaya bahwa aku berharga. Karena aku sama sekali tak berharga. Memelukku, melindungiku, karena aku butuh perlindungan.

Maybe are you ready to break
Do you think that I push you too far
Would you open yourself
Are you reckless or not
You tire me out don't want to let that happen
A secret scream so loud why did you let that happen


Aku hanya ingin di cintai. Apakah itu permintaan yang begitu sulit? Aku hanya ingin menjadi berharga. Karena aku tidak berharga. Maka biarkan aku tenggelam dan menghilang. Karena aku telah lelah. Lelah mencari. Lelah menanti. Biarkan aku pergi.

So put your arms around me
You let me believe that you were someone else
Cause only time can take you
So let me believe that I am someone els
e

Aku hanya ingin di cintai... Atau biarkan aku lebur dengan kesendirianku.

Wednesday, May 09, 2007

Apa yang sedang saya lakukan?
Membayar semua karma saya.
Berharap ini semua cepat selesai.
Biar saya bayar semuanya, sampai lunas.
Kemudian memulai kembali.
Sesuatu yang baru.
Sesuatu yang tidak terlalu menyakitkan.
Saya...
Sedang...
Membayar...
Karma...
Saya...

Entah sampai kapan.

Thursday, April 19, 2007

I'm almost free of him now,/ yes, I do believe I am./ I'm almost free of him,/ but for the sight of a field of wild flowers,/ which my heart longs to gather and place on a blanket,/ with a bottle of wine, and a candle to hold back the night,/ while I wait for him./ I am almost free of him,/ but for the sight of the moon rising over the lake,/ its lambent path extending to my feet,/ reminding me of that night together,/ when our words were but soft accompaniment/ to the music of our hearts/ Yes, I do believe I am - almost free of him,/ but for his voice that comes to me in the night,/ pulling me from my safe repose and singing so sweetly./ I smile as he warm me from within./ I'm almost free of him now.

Thursday, March 29, 2007

Taman Suropati (?) pukul 10:30 malam.

Berbicara dengan seorang yang dekat dengan saya belakangan ini. Ia bercerita tentang istrinya, rencana punya anak yang tertunda, dan apartemen sewaan yang akan segera dihuninya.


"Tinggal di rumah mertua nggak pernah jadi ide yang bagus!" katanya berapi-api.
"Kamu mau bayar apartemen itu pake apa?" tanyaku tak menggubris omelannya.
"Gajiku cukup!"
"Kenapa nggak coba cari rumah aja? Mungkin sedikit mahal, tapi jelas ada beberapa ruangan untuk beberapa fungsi."
"Aku hanya berdua dengan istriku. Untuk apa perlu banyak ruangan? Besides, there is no way i can afford rumah di daerah menteng."
"Borju!" Aku mencibir ke arahnya.
Dia mencoba meraih kepalaku untuk di usapnya. Sedangkan aku berusaha mengedikkan kepala menghindari tangannya.

"Pria beristri!!" bentakku galak.
"Yeah right... And by rubbing yer hair, i practically licking you!"
"Yeah well... siapa yang tau akhirnya bisa ke situ juga?"
"Ah, shit, Eve! Kamu memang perempuan menarik!"
"Kamu memang pejantan setan!" jawabku kembali meletakkan rokok di bibirku.

Kami bermain dengan pikiran kami masing2.

"Aku tidak lagi bahagia," katanya sendu setelah beberapa saat.
"Dengan perkawinanmu?"
"Ya, dengan perkawinanku."
"Cerai!"
"Astaga! Kamu melihat segala sesuatu dengan cara yang sangat simple. Terlalu lugas!"
"That's me!"
"Yeah, dan karena itu jugalah aku selalu betah menghabiskan beberapa jam usai kantor bersamamu."
"Yeah... anggap aja aku terperangkap."
"Kamu tidak terlalu menikmati kebersamaan ini?"
"Ya."
"Ya apa? Ya tidak, atau ya iya?"
"Tidak, aku menikmati kebersamaan ini."
"Kamu gila!"
"Ayo pulang..." ajakku beranjak berdiri, membuang puntung rokok dan menghabiskan teh botol.
"Masih jam sebelas kurang. Kamu mau ngapain jam segini pulang?"
"Selain fakta bahwa besok jam 8 pagi aku sudah harus berada dikantor lagi? Yeah, aku harus masturbasi dan pergi tidur. Berharap besok tidak akan terbangun."
"FUCK Eve! Kamu memang setan kecil!"

Akhirnya kami masuk ke dalam Stream putihnya, meninggalkan taman ini dengan segala bentuk pasangan yang berpelukan.

Friday, March 09, 2007

Hai there... I'm back setelah hiatus beberapa lama. Kelelahan, dan terlalu malas untuk men-design template sesederhana apapun itu. Thanks to blogger dengan template2 gratisan mereka yang bisa saya pinjam.

Saya bisa mulai bercerita lagi di sini, i guess... we'll see :)