Monday, March 20, 2006

Sudah lebih dari setengah jam aku duduk di sini. Strawberry Smoothiesku sudah tinggal setengah gelas. Mella, yang seharusnya bertemu denganku di sini dua puluh menit yang lalu, belom datang juga. Tipikal! Untung dia berteman denganku. Orang yang sama sekali tidak keberatan dengan jam karet. Yang selalu mengerti dan menerima alasan apa saja untuk suatu keterlambatan. Tapi kalau sampai dia telat masuk ruang siaran, lain lagi ceritanya. Dia akan sangat bersyukur kalau aku hanya mengutuknya jadi vas bunga. Tadi dia menelponku dan dia bilang ingin bertemu denganku di sini. Damn! Aku benci harus keluar kamar di hari liburku. Tapi karena suaranya yang begitu bersemangat, akhirnya mau tak mau aku mengabulkan permintaannya juga. Yah, mungkin aku memang sedikit penasaran ada apa dibalik suaranya yang menggebu-gebu itu.

"Nek, sorry gue telat yah. Gila jalanan macetnya luar biasa" sembur Mella sambil terengah-engah. Mungkin dia berlari dari tempat parkir sampai ke sini. Hah! Dia memang harus lari! Membuatku menunggu setengah jam.
"Emang alesan jalanan macet masih kepake yah, Mel? Masa lo ga bisa nyari alesan yang lebih bagus gitu?" tanyaku sinis.
"Ya ampun! Beneran La... Jalanan tuh macet banget. Ga tau kenapa. Mungkin gara-gara ujan" jawabnya ngotot.
"Iya... iya. Ya udah. Jadi kenapa gue harus nungguin elo setengah jam di sini?" kataku sambil tertawa melihatnya yang kesal sekaligus merasa bersalah.
"Lo udah mesen makan belom?" tanyanya sambil membuka buku menu.
"Belom. Gue baru mesen minum doang. Kan gue nungguin elo" jawabku sambil ikut membuka buku menu.
"Ya ampun nek! Gue kan udah minta maaf" gerutunya sambil cemberut.
"Hahaha... Iya.. iya. Lo kan tau gue ga pernah keberatan kalo lo datang telat--which is almost everytime. Gue cuma berpikir mungkin udah waktunya elo nyari alesan yang lebih bagus aja, Mel. Alesan macet kayanya udah ketinggalan jaman deh"
"Ya udah. Sekarang kita pesen makan dulu, ntar baru gue ceritain ada berita apa. Ayoh! Mesen makanan yang banyak. Sepuas lo. Gue yang traktir. Gue tau lo pasti udah kesiksa duduk di sini setengah jam, ngeliatin orang laen makan" goda Mella sambil menelusuri daftar menu.
"Jadi ada kabar apaan, Mel?" tanyaku setelah pelayan mencatat semua pesanan kami. Beef carbonara untukku dan spaghetti bolognaise buat Mella.
Mella menyalakan sebatang rokok, kemudian menyeruput seteguk minumanku sebelum akhirnya menjawab.
"Lo kan tau waktu itu gue diinterview jadi Host acara lifestyle di Hot Channel?"
"He em?"
"Nah, tadi pagi mereka telpon gue, dan...boookkkk... GUE DITERIMA, BOOKK!!!" Mella, yang seakan-akan ingin semua pengunjung restauran itu menjadi tuli, tiba-tiba meningkatkan desibel suaranya.
"Oh, bagus dong" kataku datar sambil menyeruput lime squashku.
"Kok lo adem-adem aja sih, Nek? Bukannya seneng temen lo bakalan mengalami kemajuan dalam berkarir. Nggak seneng yah temennya sebentar lagi jadi orang terkenal?" katanya sambil cemberut.
"Ya senenglah. Emangnya kalo seneng, gue harus nari-nari di atas meja?" jawabku.
"Tapi lo datar aja sih, jeng. Kaget kek. Gimana kek. Bereaksi seperti orang normal kek seenggaknya"
"Yah, gue udah tau lo bakal diterima, Mel. Kurang apalagi sih lo? Tampang? Ok. Cerdas? Lumayanlah. Walopun kadang-kadang lo suka lelet mikirnya. Rame? Ho oh. Wawasan lo luas. Kurang apalagi? Malahan mereka bego banget kalo sampe nggak nerima elo. Kan dari awal gue udah bilang, lo pasti bakalan keterima".
"Bener lo mikir gitu, Nek?"
"Iyalahhh... Makanya gue nggak kaget kalo lo diterima. Kalo lo nggak diterima... tuh gue baru kaget" jawabku lagi.

Ketika pelayan membawakan pesanan kami, Mella masih mengoceh tentang rencana-rencananya setelah pindah ke kantor baru. Bahkan dia sudah merencanakan belanja beberapa baju baru demi kenaikan jenjang karirnya ini. Dan yang bisa kupikirkan hanyalah, apakah aku akan tetap bersahabat dengannya. Dekat dengannya seperti ini. Apakah dia akan menemukan teman-teman baru yang mungkin lebih gaul. Yang lebih mirip dengannya. Apakah suatu saat kami akan bertemu dijalan dan hanya melempar kata "Hi" yang canggung, karena sudah begitu jarangnya kami bertemu. Dua tahun, waktu yang cukup lama kami jalani bersama-sama. Ah... aku terlalu egois. Memikirkan diriku sendiri. Tapi memang begitulah aku. Aku yang antisosial, jarang bisa mendapatkan teman yang cocok. Dan begitu dapat teman yang cocok, rasanya tak ingin berpisah. Untukku, berteman bukanlah sesuatu yang mudah. Karena pernah dikhianati teman, membuatku sulit untuk percaya pada seseorang. Mungkin karena itulah aku jarang mempunyai teman dekat. "No one has the power to hurt you like your friend". Aku jadi teringat lagu Indie Arie yang Get it Together. Tapi melihat Mella yang masih berceloteh tentang pekerjaan barunya dengan wajah yang bahagia dan bersinar-sinar, mau tak mau aku jadi tersenyum. Bagaimanapun aku ikut bahagia dengannya. Mella. Seorang yang selalu ada saat senang ataupun susah. Selalu mempunyai berbagai cara untuk membuatku tersenyum. Bahkan, bukannya tidak mungkin, dia akan membunuh untukku. Suatu hal yang juga akan kulakukan untuknya.

"Jadi menurut lo gimana, Nek?"
Pertanyaan Mella membawaku kembali ke alam nyata. Entah apa yang sudah dikatakannya dari tadi.
"Menurut gue apanya?"
"Iya. Ian. Jadi sekarang gue ama Ian udah bisa Go Public dong? Yah lo kan tau selama ini gue pacaran ama dia sembunyi-sembunyi gara-gara peraturan nggak boleh ada hubungan mesra dengan sesama karyawan di kantor?"
"Go public. Kaya telkom aja lo" kataku sambil tertawa.
"Ihh... jangan ketawa. Lo kan tau sendiri gimana sengsaranya gue enam bulan ini pacaran sembunyi-sembunyi?"

Aku tersenyum. Memang sudah enam bulan ini Mella menjalin hubungan dengan Ian, Music Director di radio tempat kami bekerja. Ian memang termasuk karyawan baru di kantor. Begitu masuk, dia langsung menduduki jabatan sebagai Music Director. Ian yang sebenarnya pendiam dan dingin, ternyata bisa sangat piawai bila bercuap-cuap di depan mic. Dengan selera musik yang sangat bagus, no wonder dia bisa diterima sebagai Music Director. Baru beberapa hari bekerja, Ian langsung menjadi idola semua perempuan di kantor kami. Tampan, tinggi, smart, selera humor yang bagus, perpaduan yang aneh tapi tepat untuk menjadi idola para wanita. Karena menurutku jarang ada lelaki yang tampan tapi smart. Apalagi berselera humor. Tapi pada akhirnya Ian jatuh juga ke pelukkan Mella, sebagai kembang kantor. Begitulah dunia. Si ganteng harus berpasangan dengan si cantik dan memproduksi keturunan-keturunan ber-gen unggul.

"Selama ini tuh gue udah ketakutan tauk, nek. Karena anak-anak radio kan nggak tau kalo Ian tuh udah 'taken', yah takutnya ada yang coba-coba 'usaha' gitulah" gerutu Mella sambil mengaduk-aduk strawberry juicenya yang tinggal setengah.
"Mel, kalopun semua orang tau kalo Ian itu cowo lo, tapi kalo Iannya nggak keberatan, tetep aja 'usaha' mereka bakalan berhasil" jawabku acuh.
"Sial lo, La!"
"Lho, emang bener kan? It takes two to tanggo, Mel. Kalo seluruh cewe di dunia ini 'usaha' ke Ian, tapi Iannya nggak ngasih tanggapan, dan tetep setia ama elo, ya usaha mereka bakalan sia-sia kan? Beda kalo sebaliknya yang kejadian. Ya ngga?"
"Lo tuh temen gue bukan sih? Bukannya ngebesarin ati gue kek."
"Gue temen lo! Makanya gue ngomong apa adanya ke elo, Mel" jawabku sambil sedikit melotot.
Mella terdiam, menyalakan batang rokoknya entah yang keberapa. Dan setelah menghembuskan asap, ia memandangku lekat-lekat.
"Tapi enggak, La! Gue yakin Ian nggak gatelan. Gue percaya kok ama dia. Lo liat aja ndiri. Dia kalo jalan tuh lempeng mulu. Nggak pernah 'belanja-belanji' kesana kemari. Gue yakin dia setia kok ama gue" katanya kemudian mantap.
"Ya udah kalo lo percaya ama dia. Jadi kalo lo pindah kerjapun lo nggak akan kuatir."
"Iyah! Gue nggak akan kuatir. Apalagi elo, sahabat gue, masih sekantor ama Ian. Jadi elo bisa jadi wakil dari gue buat ngejagain dia!" jawab Mella lagi dengan suara yang cerah ceria sambil menatapku dengan pandangan yang berbinar-binar, yang membuatku mengerutkan kening terheran-heran.
"Ngejagain Ian, Mel?"
Mella mengangguk puas.
"Lo nggak salah gue ngejagain Ian? Gue kan nggak deket ama Ian. I even barely talk to him!!"
Mella tersenyum lebih puas sambil menelengkan kepalanya ke kiri.
"Ah lo gila! Ngejagain gimana? Lo kan tau gue paling susah buat deket sama sapapun. Apalagi kudu ngejagain orang yang cuman gue ajak ngomong seminggu sekali--itu juga udah top banget--dan itu juga cuman buat nanyain list lagu yang kudu keputer di acara yang gue produserin" sungutku panjang lebar, berusaha menghindar jadi wakil Mella buat ngajagain Ian di kantor. Jangankan ngejagain orang yang hampir nggak aku kenal, aku bahkan berharap nanti aku nggak akan punya anak karena aku merasa tidak akan pernah siap jadi wakil Tuhan buat menjaga anak-anakku nanti. Apalagi harus ngejagain cowo setinggi pohon kelapa, yang bisa me-knock downku hanya dalam hitungan detik, yang bahkan mungkin tidak tahu kalau aku ada.
"Tenang dong, La. Biasa aja deh! Maksud gue ngejagain tuh bukannya elo gantiin pampersnya setiap hari, trus nyusuin dia sehari tiga kali. Lo terlalu dramatis deh. Maksudnya ngejagain tuh, lo pasang mata, pasang kuping aja. Sapa tau lo dapet selentingan kabar tentang, yeah, well... sapa tau Ian ngelaba ama cewe lain di kantor. Gitu! Apalagi Kiki. Ihh, dia itu kan ngotot banget pengen dapetin Ian. Ga tau malu! Suka main ke kosannya Ian, sambil bawain makanan. Ga jelas deh maksudnya apaan! Untung si Ian lempeng-lempeng aja. Gue rasa Ian ngerasa juga nggak kalo Kiki naksir dia!"
"Kok lo curhat sih, Mel?"
"Bukan curhat! Pokoknya sebagai sahabat gue, lo kudu bantuin gue! Jadi mata-mata gue! Lo kudu ngelaporin ke gue semua sepak terjangnya Ian di kantor!"
Aku menghela nafas dan kemudian tersenyum menenangkan Mella yang sepertinya akan segera melempar asbak ke mukaku.
"Iya deh, Mel. Ntar gue bantuin ngejagain Ian. Gue rela kok ngedengerin gosip-gosip nggak penting di kantor demi elo."
"Gitu dong... Lagian sekali-kali ngegosip nggak bakalan bikin lo panuan, kaya yang selama ini lo takutin kok, La."
Aku masih terus tersenyum.
"Sementara itu, ntar di kantor baru, gue bakalan terus berburu. Sapa tau ada mangsa yang lebih baik daripada Ian" lanjut Mella dengan senyum jahilnya.
"Hah?!? Elo tuh bener-bener setan yah, Mel!!!"

>>>bersambung<<<